JAKARTA (12/12/2025) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sukses menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Perancang Peraturan Perundang-undangan guna memperkuat kapasitas penyusunan norma hukum di lingkungan lembaga tersebut. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, mulai 10 hingga 12 Desember 2025, ini menghadirkan sejumlah pakar dari Kementerian Hukum untuk membedah aspek teknis hingga isu strategis legislasi nasional.

Rangkaian kegiatan dibuka pada hari pertama, Rabu (10/12) di Jakarta. Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama BMKG, RR Rima Eryani, dalam sambutannya menekankan bahwa penyusunan regulasi tidak hanya soal teori, tetapi juga membutuhkan keterampilan komunikasi lintas sektor.

“Pengalaman itu sangat penting ketika kita berdiskusi dengan unit kerja lain. Diperlukan teknik komunikasi yang baik agar dapat tersampaikan dan dimengerti oleh audiens,” ujar Rima.

Pada sesi materi awal, Lu’luatul Fuadiyah dari Kementerian Hukum mengibaratkan peran perancang peraturan layaknya seorang arsitek yang harus memperhatikan aspek keamanan, kepastian hukum, dan keindahan sistematika. Ia menjabarkan tiga tahapan krusial dalam perumusan norma, yakni tahap konseptual, arsitektur, dan verbal.

Soroti "Obesitas" Regulasi dan Pemanfaatan AI

Memasuki hari kedua, Kamis (11/12), kegiatan berlanjut di dengan berfokus pada isu strategis sistem hukum nasional.Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum, Dhahana Putra, menyoroti fenomena "obesitas regulasi" di mana Indonesia memiliki sekitar 430.000 peraturan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Dhahana mengungkapkan rencana pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam proses legislasi. "Nantinya, Kementerian Hukum akan mulai menggunakan AI untuk dimanfaatkan di empat bidang utama, yaitu: legal analyticlegal searchinglegal sourcing, dan legal media," jelasnya.

Pada hari yang sama, peserta juga mendapatkan materi teknis dari Reni Oktri mengenai struktur peraturan sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, serta materi dari Direktur Fasilitasi Perancangan Perda, Widyastuti, yang mengupas perbedaan antara peraturan perundang-undangan (regeling) dan peraturan kebijakan (beleid). Widyastuti menjelaskan konsep freies ermessen atau diskresi pejabat yang tetap harus dibatasi oleh etika dan tujuan pelayanan umum.

Pendalaman Asas dan Bahasa Hukum

Rangkaian Bimtek ditutup pada hari ketiga, Jumat (12/12), dengan pembahasan mendalam mengenai hal-hal khusus dan bahasa hukum. Perancang Ahli Madya, Victor Stanny Hamonangan, mengingatkan peserta mengenai larangan blanket delegation (pendelegasian wewenang tanpa batas jelas) dan prinsip non-retroactive (hukum tidak boleh berlaku surut), kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur undang-undang.

Sesi terakhir diisi oleh Eri Harmiadi yang menyoroti pentingnya presisi bahasa dalam regulasi. Eri mengoreksi kesalahan umum seperti penggunaan kata "dimana" sebagai kata penghubung, serta membedakan penggunaan kata "jika" untuk kepastian dan "apabila" untuk kemungkinan. Pemahaman kebahasaan ini dinilai vital untuk mencegah multitafsir dalam implementasi peraturan di kemudian hari.